Manusia dan Pekerjaan

Pembahasan manusia dan pekerjaannya menjadi krusial mengingat pepatah “The Man Behind The Gun”   halaah….gubrak..

Tapi jujur aja bahwa segala macam pekerjaan sangat sangat dipengaruhi oleh faktor manusia. Saat ini, banyak praktisi HR yang bukan berasal dari alumni fakultas Psikologi,  sehingga seringkali pemahaman fondasi keperilakuan manusia di dalam pekerjaan menjadi kurang tepat.

Dari sudut pandang Human Capital, karyawan adalah asset, sehingga perlu diperhitungkan “return”-nya. Artinya berapa banyak kontribusi yang dihasilkan oleh “setiap” karyawan kepada keberhasilan kinerja keuangan perusahaan.

Banyak perusahaan Global, kecuali Indonesia, yang telah mulai menghitung secara “seureius” menjadikan “kontribusi” per karyawan menjadi acuan utama dalam pengembangan fungsi HR-nya.

Kontribusi yang dimaksud, ada beberapa versi, misalnya:

  1. PQCD – Productivity, Quality, Cost Efficiency and On Time Delivery
  2. Continuous Improvement
  3. Competitive Advantage
  4. Value-Added
  5. dsb.

Secara singkat, Dave Ulrich meng-istilahkannya dengan “deliverables” / hasil akhir. HAsil akhir seperti apa yang diinginkan ? Tergantung dari jenis dan karakteristik bisnis perusahaan.

Misal:

  1. Perusahaan Hospitalty (Hotel, Rumah Sakit) – menekankan pada services
  2. Perusahaan Industry – menekankan pada kualitas dan cost efficiency
  3. Perusahaan Product / Solution Oriented – menekankan pada inovasi
  4. dsb

Dimana strategi kontribusi di atas diterjemahkan ke dalam berbagai macam rumusan keuangan. Nah, apapun jenis usahanya, perusahaan selalu mengedapankan “bottom-line”. Yaitu profit yang maksimal dan cost yang se-effisien mungkin. Hal tersebut bisa diraihkan dengan komposisi karyawan yang sesuai, baik dari sisi jumlah maupun secara kualitas.

Menurut riset di luar negeri, manajemen SDM yang baik dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan hingga 23%. Sedangkan kinerja yang buruk dapat menurunkan kinerja keuangan perusahaan hingga 38%.

Kinerja fungsi HR dapat meningkatkan share-holder value hingga 29%, (rasio market value -harga saham dibandingkan dengan book value – nilai akunting dari total asset/liability). 

Sebuah angka yang patut menjadi perhatian Top Management. Tapi, ada nggak ya Top Managemen di Indonesia yang  memiliki “awareness” terhadap dampak dari kinerja fungsi HR di perusahaannya ? ………hiks..hiks..hiks…au ah gelap… 

Secara, behavioral rumusan kontribusi adalah sebagai berikut:

kompeten + energi + peluang = kontribusi

  1. kompeten = kompetensi + jam terbang / pengalaman
  2. energi = daya tahan + semangat
  3. peluang = peluang eksternal + peluang internal
Secara grafik dapat digambarkan sebagai berikut:
peta-kontribusi
Mungkin ada ahli lain yang mengajukan model kontribusi karyawan sehingga peta kontribusi karyawan berbeda dari yang ada di sini, hal itu tidaklah mengherankan mengingat manusia dapat dilihat dari berbagai sudut pandang.
Intinya adalah peta kontribusi tersebut di atas dapat digunakan sebagai salah satu alat bantu kita memahami dinamika kontribusi dari seorang karyawan untuk mendapatkan pemahaman mengenai sebab akibat dari tingkatan kinerja / kontribusi yang dihasilkan.
Namun, jangan kawatir dengan segala kerumitan yang nampak pada bagan di atas, secara sederhana dalam pembahasan psikologi industri, sudut pandang kualitas manusia di lingkungan industri dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
  1. TRAINABLE – dapat dikembangkan.
  2. UNTRAINABLE – tidak dapat dikembangkan, terasuk di dalamnya adalah  jika kemampuan ini dikembangkan maka membutuhkan tenaga, waktu dan biaya yang tidak sedikit sehingga masuk dalam katagori tidak ekonomis dari sudut pandang bisnis.
Jadi apabila anda melakukan seleksi karyawan baik karyawan baru atau untuk tujuan succession-planning, yang paling pertama dilihat adalah Potensi Daya Pikirnya.  Kenapa ? Karena aspek ini termasuk kategori Untrainable no 1. 
Perlu diperhatikan bahwa antara Potensi dan Kompetensi berbeda!. Potensi hanya dapat diukur dengan menggunakan alat-alat ukur psikologi atau Tes Psikologi. Meskipun, bagi beberapa praktisi psikologi yang sudah tinggi jam terbangnya dapat “memperkirakan” tingkat potensi Daya Pikir sesorang tanpa menggunakan Alat TEs, namun dengan suatu pendekatan lain yang cukup rumit.
Selain itu, Daya Pikir juga memiliki korelasi positif dengan aspek lainnya seperti kompetensi dan minat, jadi biasanya bin pada umumnya orang-orang yang memiliki Potensi Berpikir Tinggi cenderung memiliki Kompetensi lebih dibanding lainnya. 
Namun demikian, aspek energi yaitu semangat / daya gerak, cenderung dipengaruhi oleh lingkungan di mana seseorang tumbuh dan berkembang, serta kebiasaan-kebiasaan yang dibina sejak kecil. Apakah kebiasaannya produktif,  atau non produktif atau bahkan destruktif ?
Untuk tujuan menyederhanakan sudut pandang manusia yang komplek, para praktisi psikologi industri di perusahaan membuat rumusan dasar kualitas manusia untuk kepentingan industri dilihat dari sudut pandang sebagai berikut:
  1. Daya Pikir (Logika, Analisa dan Sintesa) 
  2. Sikap Kerja (Produktifitas, Dorongan untuk Melakukan Penyempurnaan-Improvability)
  3. Kualitas Pribadi (Kemampuan Adaptasi, Kemampuan Belajar, Daya Tahan, Sosialisasi, dan Komunikasi)
Sementara aspek etika dan moral di masukkan ke dalam kemampuan adaptasi. Ketiga faktor diatas “dianggap” untrainable dengan makna bahwa “membutuhkan waktu, tenaga dan biaya” besar untuk mengembangkan kemampuan tersebut menjadi lebih baik dari kondisi saat ini sehingga di anggap tidak ekonomis jika hal tersebut dilakukan. Harap diingat bahwa tulisan disini dibuat dalam konteks bisnis perusahaan yang mengedepankan aspek ekonomi.
Kalau diperhatikan maka tinggal faktor PELUANG EKSTERNAL yang belum masuk di dalam rumusan di atas, karena sub faktor Self-Management dimasukkan dalam kemampuan Adaptasi.
Jadi secara sederhana bagan di atas dapat pula digambarkan sebagai berikut:
peta-kontribusi-e28093-model-sederhana
Dari model dasar di atas, beberapa tahun kemudian berkembanglah istilah kompetensi, sehingga banyak perusahaan mulai menggunakan kerangka kerja kompetensi sebagai dasar paradigma dalam melihat kualitas SDM-nya.
Namun perlu diingat bahwa prinsip dasar kerangka kerja di atas adalah IDENTIFIKASI ASPEK UNTRAINABLE, sedangkan konsep dasar kompetensi adalah TRAINABLE. Jadi masing-masing memiliki tujuan penggunaan yang berbeda-beda dan saling melengkapi.  
Perbedaan penggunaan tersebut akan kami sajikan di tulisan lain yang menyajikan topik kompetensi. 
Dari kerangka kerja di atas kita dapat dengan mudah melakukan identifikasi faktor sebab akibat yang menyebabkan tinggi rendahnya suatu kontribusi. Ada baiknya jika pembaca juga mengetahui dinamika kekuatan pengaruh antara satu faktor dengan faktor lainnya. Dengan demikian selain bisa mendapatkan “core-caused factor” dari suatu tingkatan kontribusi karyawan, juga dapat menguraikan secara detail kenapa hal tersebut bisa terjadi, dan peta keterkaitan pengaruh dari seluruh aspek di atas.
Secara singkat dapat digambarkan berdasarkan asumsi dibawah ini:
  1. Kontribusi Karyawan merupakan jumlah total dari rangkaian tindakan yang dilakukan oleh seorang karyawan ditambah dampak yang muncul dari tindakan tersebut.
  2. Tindakan Karyawan merupakan integrasi dari gerak pikir, kebiasaan / sikap kerja dan ketrampilan sosial (kualitas pribadi).
  3. Kuantitas dan kualitas gerak pikir, sikap kerja dan ketrampilan sosial seseorang merupakan hasil integrasi antara potensi / kapasitas pribadi yang dimiliki, hasil belajar dari kecil hingga saat ini, ditambah dengan peluang yang ada di mana tindakan tersebut dilakukan.
Jadi suatu tindakan yang muncul pada diri seseorang merupakan hasil integrasi dari banyak faktor baik yang observable maupun un-observable, tangible dan untangible. Dengan kata lain, suatu tindakan, memiliki:
  1. Akar Penyebab (Core-Behavior)  sehingga suatu tindakan dapat terjadi,
  2. Segala hal yang mempengaruhi sehingga Core Behavior berubah menjadi potensi Behavior
  3. Satu faktor yang memicu  Behavior yang masih menjadi potensi berubah menjadi AKTUAL Behavior.
Sebagai contoh kasus:
“.. seorang karyawan tidak mampu berkontribusi menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan standar kualitas / kuantitas hasil yang diinginkan, sehingga atasan yang ngga mau repot mengembangkan bawahannya akan bilang ke fungsi HR / Personalia / Training bahwa karyawan ybs membutuhkan training x, training y, training z, dsb…dsb…. “
“..seorang praktisi HR / Personalia / Training yang latah mengejar “setoran” bak mikrolet  censored-red, dengan segera dan tergesa-gesa  menindaklanjuti permintaan atasan tersebut (mis Manager suatu departemen) menelpon kanan-kiri dan browsing internet, mencari training provider yang memiliki jadwal training dengan tema sesuai dengan yang diinginkan oleh Manager tadi…” 
Seharusnya …. maaf-red …. sebaiknya……dalam mengadapi kasus tersebut di atas,  seorang praktisi HR secara bijak dan santun mengajak atasan / manager tersebut untuk mencari tahu kenapa karyawan tersebut dianggap tidak mampu berkontribusi sesuai standar yang ditetapkan.
Apakah memang karena ketidak tahuan sehingga membutuhkan training ?, Atau karena ketidak mampuan yang apabila ditraining pun tidak akan berdampak banyak, mengingat kebanyakan public training maksimal 2-3 hari. Harap teman praktisi ingat FAKTOR UNTRAINABLE di atas.  Nah ketidak-mampuan ini apakah disebabkan karena kapasitas atau karena ketidak cocokakan individu karyawan dengan pekerjaannya saat ini ?
Di arena balap mobil dan motor, kapasitas CC suatu mobil menentukan kemenangan sebelum bertanding. Ya menang sebelum bertanding, dalam kondisi normal, pada umumnya kendaraan yang memiliki CC lebih rendah, daya kudanya (horse powernya) tidak mungkin melebihi mobil dengan CC lebih tinggi. Demikian pula dengan manusia. 
Oleh karena itu, dalam menentukan “The Man behind The Gun”…. perlu dipertimbangkan aspek Untrainable dibandingkan dengan potensi pengembangan karir / pekerjaan seorang karyawan di masa akan datang.
Kemudian timbul pertanyaan sebagai berikut yaitu apakah semuan orang yang memiliki kapasitas rendah, seharusnya tidak perlu diterima menjadi karyawan ??? Atau karyawan yang memiliki kapasitas rendah tersebut harus segera dikeluarkan dari perusahaan ??? 
Jawabannya adalah ….JANGAN BERPRASANGKA NEGATIF terlebih dahulu……  orang dengan kapasitas apapun dapat memberikan kontribusi positif pada suatu organisasi perusahaan, dengan catatan PENEMPATAN PADA PEKERJAAN YANG SESUAI DENGAN KUALITAS seseorang-lah yang menjadi kuncinya.
Mari kita lihat bagan di bawah ini :
 matrix-pola-pekerjaan3
Nah dari matrix di atas nampak ada 10 kemungkinan pola pekerjaan, coba dari 10 pola pekerjaan di atas di matrix-kan dengan bidang pekerjaan, misalkan bidang Finance, Engineering, Marketing, HR, dsb dsb belum dengan sub-sub bidang di masing bidang-bidang pekerjaan di dalamnya. 
Maka pola pekerjaan yang bisa dihasilkan adalah banyak !!!…….. (maaf ngga sempat menghitung…. :-D..)
Pekerjaan yang paling menarik dari asumsi di atas adalah sebagai berikut:
  1. Memilih kandidat individu yang paling sesuai Posisi yang membutuhkan. Tentu saja dengan penjelasan detail mengenai dasar pertimbangan, faktor yang menyebabkan sesuai dan tidak sesuai.
  2. Memperkirakan kinerja individu dimaksud setelah satu tahun ditempatkan di posisi barunya.
  3. Memperkirakan potensi pengembangan karir dan kompetensi individu yang bersangkutan untuk masa tiga tahun kedepan.
  4. Memperkirakan batas atas kemampuan individu dimaksud sesuai dengan jenjang kepangkatan / golongan / tingkatan pekerjaan di dalam suatu organisasi. 

Ke empat aktivitas di atas tentu saja wajib dijelaskan Core Behaviornya, Potensi Behaviornya, dan dinamika pengaruh -saling mempengaruhi dari faktor-faktor Daya Pikir, Sikap Kerja dan Kualitas Pribadi kaitannya dengan kualifikasi pekerjaan yang disyaratkan dan karakteristik bidang pekerjaan di mana posisi / jabatan dimaksud ada.

Oke………..untuk sementara artikel ini sampai disini dulu … selanjutnya adalah mengenai Modifikasi Perilaku Karyawan untuk mendorong Perilaku Produktif dan mengendalikan PERILAKU UN-PRODUCTIVE..
Salam 
HRGlobal Admin

Leave a comment

Liked it here?
Why not try sites on the blogroll...